Kamis, 24 April 2025

Istidraj Nikmat Yang Kelak Menjadi Adzab

 


Istidraj adalah kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya yang durhaka sebagai ujian atau hukuman yang berangsur-angsur. Istidraj akan menjadikan seseorang lalai, sombong, dan terlena dengan dunia dan ini sangat berbahaya bagi iman dan akhirat seseorang.

Imam  Ahmad mengatakan, telah  menceritakan    kepada  kami  Yahya   ibnu  Gailan,  telah menceritakan kepada kami Rasyidin (yakni Ibnu     Said      alias     Abul     Hajjaj     Al- Muhri),       dari Harmalah  ibnu Imran At- Tajibi, dari Uqbah  ibnu Muslim, dari Uqbah ibnu Amir, dari Nabiﷺ yang telah bersabda:

اِذَا رَاَيْتَ اللّٰهَ يُعْطِى الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلٰى مَعَاصِيْهِ مَا يُحِبُّ فَاِنَّمَا هُوَ

اسْتِدْرَاج

“Apabila           kamu           lihat            Allah            memberikan   kesenangan    duniawi     kepada    seorang     hamba yang     gemar     berbuat       maksiat     terhadap- Nya sesuka     hatinya,    maka     sesungguhnya     hal     itu  adalah    istidraj”   (membinasakannya        secara perlahan- lahan).

Kemudian   Rasulullahﷺ   membacakan   firman Allah QS. Al An’am ayat 44

فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَٰبَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُوا۟ بِمَآ أُوتُوٓا۟ أَخَذْنَٰهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ

Maka, tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga, apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong. Maka, ketika itu, mereka terdiam berputus asa.

Dalam Tafsir Al-Jalalain (hlm. 141) disebutkan, “Ketika mereka meninggalkan peringatan yang diberikan pada mereka, tidak mau mengindahkan peringatan tersebut, Allah buka pada mereka segala pintu nikmat sebagai bentuk istidraj pada mereka. Sampai mereka berbangga akan hal itu dengan sombongnya. Kemudian kami siksa mereka dengan tiba-tiba. Lantas mereka pun terdiam dari segala kebaikan.”

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menyatakan, “Ketika mereka melupakan peringatan Allah yang diberikan pada mereka, maka dibukakanlah berbagi pintu dunia dan kelezatannya, mereka pun lalai. Sampai mereka bergembira dengan apa yang diberikan pada mereka, akhirnya Allah menyiksa mereka dengan tiba-tiba. Mereka pun berputus asa dari berbagai kebaikan. Seperti itu lebih berat siksanya. Mereka terbuai, lalai, dan tenang dengan keadaan dunia mereka. Namun itu sebenarnya lebih berat hukumannya dan jadi musibah yang besar.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 260).

Surat Al-A’raf Ayat 95

ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ ٱلسَّيِّئَةِ ٱلْحَسَنَةَ حَتَّىٰ عَفَوا۟ وَّقَالُوا۟ قَدْ مَسَّ ءَابَآءَنَا ٱلضَّرَّآءُ وَٱلسَّرَّآءُ فَأَخَذْنَٰهُم بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

Artinya: Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang kamipun telah merasai penderitaan dan kesenangan", maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya.

Tafsir :

Allah mencoba mereka dengan kesengsaraan agar mereka mau tunduk merendahkan diri kepada Allah, tetapi mereka tidak melakukan sesuatu pun yang dituntutkan kepada mereka. Setelah itu keadaan mereka dibalik hingga menjadi makmur, hal ini merupakan cobaan pula bagi mereka. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya

ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ ٱلسَّيِّئَةِ ٱلْحَسَنَةَ

Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan

Maksudnya, Kami ubah keadaan mereka dari keadaan semula, dari sengsara menjadi senang, dari sakit menjadi sehat dan dari miskin menjadi kaya, agar mereka bersyukur. Tetapi ternyata mereka tidak melakukannya.

Orang mukmin ialah orang yang mengerti tentang ujian Allah yang sedang ditimpakan kepadanya, baik ujian itu berupa kesengsaraan maupun berupa kesenangan. Karena itulah di dalam sebuah hadis disebutkan :

“Penyakit masih terus menerus akan menimpa orang mukmin sehingga ia keluar dalam keadaan bersih dari dosa-dosanya. Sedangkan orang munafik perumpamaannya sama dengan keledai, ia tidak mengerti mengapa pemiliknya mengikatnya dan mengapa melepaskannya.”

Salah satu tanda istidraj adalah mendapatkan kenikmatan yang berlimpah baik itu berupa harta yang banyak ataupun kebahagiaan padahal ia sendiri jarang melakukan ibadah. Ketika seseorang merasa kualitas ibadahnya turun namun kenikmatannya terus meningkat, hal itu jelas merupakan ciri-ciri sebuah Istidraj.

Kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT bukan berupa kasih sayang, melainkan murka-Nya. Orang yang jauh dari ibadah dan agama kemungkinan besar tidak akan menyadari murka Allah yang tengah diterimanya dalam bentuk kenikmatan.

Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu menggambarkan keadaan ini dengan mengatakan, “Sesungguhnya keadaan seorang mukmin ketika melihat dosa-dosanya, sebagaimana keadaan dia ketika duduk di bawah suatu gunung. Dia khawatir gunung itu akan runtuh menimpanya. Sedangkan orang yang fajir melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang melewati hidungnya. Dia mengusirnya begitu saja”.

Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Seorang yang beriman melaksanakan ketaatan-ketaatan dalam keadaan takut dan khawatir. Sedangkan orang yang fajir melakukan maksiat-maksiat dengan perasaan aman”

Semoga kita selalu terlindungi dari istidraj yang merupakan murka Allah dalam bentuk kenikmatan dengan selalu berpedoman pada Al Qur’an dan ajaran Rasulullah SAW. 

Istidraj Nikmat Yang Kelak Menjadi Adzab

  Istidraj adalah  kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya yang durhaka sebagai ujian atau hukuman yang berangsur-angsur . Is...